TUGAS
: AUDITING I
NIM
: 2011110032
PRODI
: AKUNTANSI
UNIVERSITAS
TRIBHUWANA TUNGGA DEWI
MALANG
2013
DAFTAR
ISI
DAFTAR
ISI
.................................................................................................................................
i
- Rumusan Masalah . ........................................................................................................1
- Batasan Masalah ........................................................................................................... 1
- Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 1
- Manfaat
Penelitian
........................................................................................................
1
Bab
II PEMBAHASAN
.............................................................................................................
2
2.2.
Jenis-Jenis Audit .
......................................................................................................................2
2.4.
engertian Audit Operasional
....................................................................................................
3
2.6.
Jenis-.jenis Audit Operasional
..................................................................................................
2
2.8.
Pengendalian Intern .
.................................................................................................................2
2.10.
Unsur-unsur Pengendalian Intern
...........................................................................................
2
2.12.
Pengendalian Atas Intern Fungsi Penjualan .
.........................................................................3
2.14.
Pengendalian Intern Atas Fungsi Penerimaan Kas .
..............................................................2
3.1.
Konsep Audit Sistem Informasi Persediaan .
..........................................................................1
3.3.
Metode Audit
...........................................................................................................................
2
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dalam
suatu audit laporan keuangan, seorang auditor harus menyusun kerangka
kerja yang baik sebelum melakukan auditnya di lapangan. Hal tersebut
mengharuskan auditor memiliki standar khusus yang menjadi pedoman
bagi mereka dalam menjalankan tugas mereka. Sebelum melakukan
auditnya, biasanya auditor menetapkan terlebih dahulu perencanaan
atas audit, prosedur audit yang akan dilakukan, audit program yang
akan dilaksanakan tim audit kepada klien, dan juga teknik audit yang
akan digunakan untuk menguji kewajaran atas penyajian laporan
keuangan perusahaan yang diperiksa.
Bagi
perusahaan yang lingkup operasi perusahaannya cukup besar, kegiatan
audit harus dilakukan dengan cermat, karena bisa saja dalam kegiatan
operasi perusahaan tersebut banyak mengandung salah saji material
yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kegiatan
dari operasi perusahaan ke depannya.
Dalam
hal ini, penulis mencoba melakukan beberapa evaluasi atas kegiatan
audit yang akan dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Yuwono H &
Rekan terhadap 10 perusahaan manufaktur. Evaluasi yang nantinya
dilakukan penulis adalah atas audit persediaan, yang merupakan bagian
dari audit laporan keuangan, dimana akun persediaan merupakan jumlah
yang cukup material nilainya. Penulis mencoba melihat penerapan
standar pekerjaan lapangan pada audit persediaan. Persediaan
merupakan suatu yang sifatnya material di dalam perusahaan
manufaktur, karena golongan dari persediaan sendiri pun cukup banyak,
yang meliputi persediaan bahan mentah (bahan baku), persediaan barang
setengah jadi dan persediaan barang jadi. Persediaan mempunyai
pengaruh besar terhadap neraca dan laporan laba rugi, khususnya
terhadap kebenaran Harga Pokok Penjualan, karena kesalahan dalam
menentukan
persediaan pada akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam
jumlah aktiva lancar dan total aktiva, HPP, laba kotor dan laba
bersih, taksiran pajak penghasilan, dan kesalahan tersebut akan
terbawa ke laporan periode berikutnya.
Beberapa
hal yang penting dari pemeriksaan persediaan meliputi perencanaan dan
supervisi atas audit persediaan, yakni meliputi pemeriksaan atas
pengendalian intern yang mencakup pos-pos persediaan. Serta
bukti-bukti audit yang kompeten yang harus didapatkan oleh auditor
dalam melaksanakan auditnya nanti.
Dari
semua kegiatan pemeriksaan atas persediaan yang juga merupakan bagian
dari audit laporan keuangan secara menyeluruh, maka di akhir kegiatan
audit tersebut, auditor harus menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diperiksanya. Laporan audit tersebut harus bisa
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang menggunakannya. Dalam
hal ini, penulis akan mengevaluasi setiap penerapan atas standar
pekerjaan lapangan di dalam audit persediaan yang nantinya akan
dilakukan di dalam perusahaan sebagai pihak yang diperiksa. Penerapan
atas setiap standar pekerjaan lapangan telah diatur di dalam Standar
Profesional Akuntan Publik khususnya pada Seksi 300.
Dari hasil evaluasi
yang akan dilakukan, penulis akan melihat mutu dari setiap
pemeriksaan atas persediaan yang dijalankan dengan melihat
korelasinya dengan Standar Pekerjaan Lapangan yang ada di SPAP.
Apabila prosedur audit yang dilakukan oleh tim audit di Kantor
Akuntan Publik Yuwono H & Rekan dalam mengaudit persediaan telah
sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam SPAP, maka dapat
dikatakan bahwa mutu pemeriksaan persediaan pada Kantor Akuntan
Publik Yuwono H & Rekan sudah baik. Namun, apabila terdapat
beberapa hal yang dirasa kurang dalam pekerjaan di lapangan yang
tidak sesuai dengan standar pekerjaan lapangan maka penulis akan
memberi masukan dalam hal mana saja yang perlu diperbaiki atau
ditambahkan bagi auditor di dalam menjalankan pemeriksaan atas
persediaan. Hal tersebut ditujukan agar mutu dari pemeriksaan
persediaan
dapat
ditingkatkan dalam audit berikutnya, sehingga setiap aspek yang
dilakukan selama pemeriksaan di lapangan dapat dipertanggungjawabkan
dengan dilandasi oleh kelengkapan pendukung pemeriksaan yang memadai.
Dari
semua latar belakang penelitian yang ada, maka dalam hal ini, penulis
tertarik membahas suatu topik yang berkaitan dengan disiplin ilmu
auditing yang dituangkan dalam skripsi ini dengan judul “Evaluasi
Kesesuaian
Audit Persediaan dengan Standar Pekerjaan Lapangan Pada Kantor
Akuntan Publik Yuwono H & Rekan”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah disampaikan, maka perumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah “bagaimana tingkat kesesuaian audit
persediaan dengan Standar Pekerjaan Lapangan pada Kantor Akuntan
Publik Yuwono H & Rekan?”
1.3
Batasan Masalah
Kriteria
untuk kata “sesuai” menurut SPAP adalah jika dalam mengaudit
persediaan
memenuhi hal-hal sebagai berikut:
- Perencanaan dan Supervisi (SA Seksi 311)
Pekerjaan
harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
- Bukti Audit (SA Seksi 326)
1.4
Tujuan Penelitian
Untuk mengevaluasi
tingkat kesesuaian audit persediaan pada Kantor Akuntan Publik Yuwono
H & Rekan dengan standar pekerjaan lapangan yang ada di SPAP (
Standard Profesional Akuntan Publik ).]
1.5
Manfaat Penelitian
Dari
penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka penulis berharap bahwa
penelitian yang dilakukan ini memiliki manfaat, yaitu:
- Bagi Kantor Akuntan Publik
Dari
hasil evaluasi, apabila prosedur audit yang dilakukan oleh tim audit
di Kantor Akuntan Publik Yuwono H & Rekan dalam mengaudit
persediaan pada perusahaan manufaktur telah sesuai dengan prosedur
yang ditentukan dalam SPAP, maka dapat dikatakan bahwa mutu
pemeriksaan persediaan pada Kantor Akuntan Publik Yuwono H &
Rekan sudah baik. Namun, apabila terdapat beberapa hal yang dirasa
kurang dalam pekerjaan di lapangan yang tidak sesuai dengan standar
pekerjaan lapangan maka penulis berharap dapat memberikan sumbangan
pikiran kepada Kantor Akuntan Publik yang diteliti agar dapat
memperbaiki dan melengkapi kekurangan yang mungkin ada di dalam
menjalankan pemeriksaan (audit) persediaan, sehingga pemeriksaan yang
dilakukan pada kegiatan selanjutnya menjadi lebih baik dan dapat
menghasilkan laporan audit yang lebih memadai dan lebih dapat
dipertanggungjawabkan kewajarannya dari proses audit yang sebelumnya.
- Bagi pihak lain
Penulis
berharap melalui penelitian yang dilakukan ini dapat memberikan
wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca untuk dapat mengerti
pentingnya penerapan standar pekerjaan lapangan dalam suatu audit,
khususnya audit persediaan atas perusahaan manufaktur yang nantinya
dari hasil evaluasi penerapan standar pekerjaan lapangan tersebut
dapat meningkatkan profesionalisme serta kompetensi dari auditor yang
melakukan pemeriksaan persediaan yang ada pada suatu Kantor Akuntan
Publik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Audit
Arens dan Loebbecke
yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003) mendefinisikan, “Auditing
adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang
informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat
menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya
dilakukan oleh seorang yang independen dankompeten.” (h.1)
Mulyadi dan
Puradireja, K. (1998) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu
proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bahan bukti
audit secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.” (h.
Dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan
suatu proses untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti tentang
informasi mengenai kejadian ekonomi, yang dilakukan oleh seorang yang
kompeten dan independen untuk menentukan tingkat kesesuaian antara
informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
dimana hasilnya akan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.
2.2
Jenis-jenis Audit
3
(tiga), yaitu:
- Audit Laporan Keuangan (Financial Audit) Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen dan kompeten terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam audit laporan keuangan, auditor menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hasil audit terhadap laporan keuangan disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit yang akan digunakan oleh pihak yang berkepentingan atas laporan tersebut seperti pemegang saham, kreditur, dan pemerintah.
- Audit Operasional (Operational Audit) Audit operasional adalah audit yang dilakukan terhadap kegiatan operasi perusahaan untuk menilai efesiensi, efektifitas, dan ekonomis operasi perusahaan. Hasil audit operasional akan digunakan oleh pihak manajemen perusahaan.
- Audit Ketaatan (Compliance Audit) Audit ketaatan adalah audit yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah pelaksanaan suatu operasi atau kegiatan telah sesuai dengan aturan dan kebijakan tertulisnya. Hasil audit ketaatan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang atau yang membuat kriteria.
2.3.
Audit Operasional
2.
4 Pengertian Audit Operasional
Arens
dan Lobbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003)
mendefinisikan, “Audit operasional adalah penelaahan atas bagian
manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk
menilai efisiensi dan efektifitas.” (h.4)
Menurut Agoes, S.
(2004) menjelaskan, “Manajemen audit, disebut juga operasional
audit. Sistem audit adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan
operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akunting dan kebijakan
operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui
apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif,
efisien dan ekonomis.” (h.173)
Menurut
The
Institute of Internal Auditors (IIA) yang
dikutip oleh Boynton,
W.C., & Kell,
W.G. (2001) menyatakan audit operasional sebagai berikut:
“Operational
auditing is a sistematis process of evaluating an organization’s
effectiveness,
efficiency, and economy of operation under management’s control
and reporting to
appropriate persons the results of the evaluastion along with
recommendations
for improvement”. (p.846)
Arti dari definisi
diatas adalah, “Audit operasional adalah suatu proses yang
sistematis untuk menentukan efisiensi, efektifitas, dan penghematan
suatu kegiatan dalam organisasi dibawah pengawasan manajemen dan
melaporkan pada orangorang yang membutuhkan hasil-hasil dari
evaluasi tersebut disertai saran-saran untuk perbaikan.”
Tunggal,
A.A. (2001) mendefinisikan, “ Audit operasional merupakan audit
atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk
menilai
10 ekonomi,
efisiensi, dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas
hanya pada keinginan manajemen.” (h.1) Jung, D. (2002)
mendefinisikan, “ Manajemen audit adalah suatu audit untuk menilai
efisiensi dan efektifitas organisasi. Audit manajemen dapat
merancang untuk menilai kemampuan perusahaan secara keseluruhan atau
membatasi ruang
adalah
sebagai berikut:
Dari
definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa audit operasional
adalah suatu analisa yang objektif, sistematis, teratur dan
terorientasi ke masa depan atas kegiatan-kegiatan dari semua tingkat
manajemen dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi suatu unit
atau fungsi dalam perusahaan melalui pelaporan kesimpulan audit dan
pemberian rekomendasi untuk perbaikan.
2.
5. Tujuan dan manfaat Audit Operasional
Menurut
Agoes, S. (2004), tujuan dilakukan audit operasional adalah:
- Untuk menilai apakah berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efesien dan ekonomis.
- Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak.
- Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah.
- Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil.
- Untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada manajemen puncak untuk memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam penerapan struktur pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen dan prosedur operasional perusahaan dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektifitas dari kegiatan operasional perusahaan.
Kesimpulannya,
audit operasional bertujuan untuk memeriksa efisiensi, efektifitas,
dan ekonomis suatu fungsi dalam perusahaan dan memberikan saran
perbaikan, dimana pemeriksaan ini dapat meningkatkan kinerja
perusahaan dan mendukung pengambilan keputusan dalam suatu
perusahaan.
2
.6. Jenis-jenis Audit Operasional
Menurut
Agoes, S. (2004), “Audit operasional dibagi dalam 3 jenis, yaitu:
- Audit Fungsional (Functional Audit)
Fungsi
adalah sarana untuk mengkategorikan aktivitas perusahaan seperti
fungsi penjualan atau fungsi penagihan. Audit fungsional ini meliputi
satu fungsi atau lebih dalam organisasi. Keunggulan dari audit
fungsional adalah memungkinkan auditor melakukan spesialis.
Kekurangan audit fungsional adalah tidak dievaluasinya fungsi yang
saling berkaitan.
- Audit Organisasional (Organizational Audit)
Audit
operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit
organisasi seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan.
Penekanan audit organisasional adalah seberapa efisien dan efektif
fungsi-fungsi dalam organisasi berinteraksi, rencana organisasi dalam
metode-metode untuk mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas merupakan
hal yang penting dalam jenis pemeriksaan ini.
- Penugasan Khusus (Special Assignment)
Penugasan
audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Terdapat
banyak variasi dalam pemeriksaan tersebut, misalnya penyelidikan
kemungkinan kecurangan dalam satu divisi.” (h.4)
2.
7. Program kerja Audit Operasional
Pelaksanaan audit
operasional harus mengikuti tahap-tahap tertentu dalam setiap
penugasan walaupun sasaran berbagai audit berlainan.
Menurut
Agoes, S. (2004), “Ada 4 (empat) tahapan dalam pelaksanaan audit:
- Preliminary Survey (Survey Pendahuluan) Survey pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum dan latar belakang mengenai bisnis perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen dan staf perusahaan serta penggunaan kuesioner.
- Review and Testing of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen) mengevaluasi dan menguji efektifitas dari pengendalian manajemen yang terdapat di perusahaan. Biasanya digunakan management control questionnaires, flowchart dan penjelasan narrative, serta dilakukan pengetesan atas beberapa transaksi (walk through the documents).
- Detailed Examination (Pengujian Terinci)
Melalui
pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui prosesnya
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen. Dalam hal
ini auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan dari
fungsi-fungsi yang terdapat di perusahaan.
- Report Development (Pengembangan Laporan)
Dalam menyusun
laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini
mengenai
kewajaran laporan keuangan. Laporan yang dibuat mirip dengan
management letter¸ karena berisi audit findings (temuan pemeriksaan)
mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria yang berlaku
yang menimbulkan inefisiensi, inefektifitas, dan ketidakhematan
(pemborosan) dan kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen yang
terdapat di perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan
rekomendasi perbaikan.
2..8.
Pengendalian Intern
I2.9.
Pengertian dan Tujuan Pengendalian Intern
Menurut Wilson dan
Campbell yang diterjemahkan oleh Tjendra, T. T. F. (1997), “
Pengendalian Intern mencakup rencana organisasi dan semua metode
serta tindakan yang digunakan untuk mengamankan harta, mengecek
kecermatan dan keandalan dari data akuntansinya, mewujudkan
efisiensi dan memastikan penataan pada kebijakan yang telah
ditetapkan manajemen”. (h.122) Sedangkan Ikatan Akuntan Indonesia
(2004) mendefinisikan pengertian struktur pengendalian intern
sebagai berikut: “struktur pengendalian intern satuan usaha
terdiri dari kebijakaan prosedur yang ditetapkan untuk memperoleh
keyakinan yang memadai bahwa tujuan satuan usaha yang spesifik akan
dapat dicapai”. (h.319) Mulyadi dan Puradireja (1998)
mendefinisikan, “Pengendalian intern adalah suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lainnya
untuk memberikan keyakinan memadai tentang pelaporan keuangan,
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan
efisiensi operasi.” (h.172) Mulyadi (2001) mendefinisikan, “Sistem
pe struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek
ketelitian dan keandalan data akuntansi,
mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.” (h.163)
Sedangkan, tujuan dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi
(2001)
adalah:
- Menjaga kekayaan organisasi.
Kekayaan
milik perusahaan dapat dicuri atau disalah-gunakan jika kekayaan
tersebut tidak dilindungi dengan dilaksanakannya pengendalian intern.
- Mendorong efisiensi
Sistem
pengendalian intern dalam suatu perusahaan bertujuan untuk
menghindarkan pengulangan kerja yang tidak perlu dan pemborosan dalam
seluruh aspek usaha serta mencegah penggunaan sumber daya secara
tidak efisien.
- Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Dengan adanya sistem
pengendalian intern yang dilaksanakan dalam
perusahaan
akan memberikan jaminan yang memadai agar kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh manajemen dipatuhi oleh karyawan.(h.163)
2.10.
Unsur-unsur Pengendalian Intern
Mulyadi
(2001) menyatakan bahwa, “Unsur-unsur sistem pengendalian intern
yang memadai adalah:
- Struktur Organisasi yang Memisahkan Tanggung Jawab Fungsional secara
Tegas.Struktur
organisasi merupakan kerangka pembagian tanggung jawab
fungsional
kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggung jawab
fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip
berikut ini:
- Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi.
Fungsi
operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu
kegiatan. Fungsi penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang
untuk menyimpan aktiva perusahaan. Fungsi akuntansi adalah fungsi
yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan.
- Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap transaksi.
- Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan yang Memberikan Perlindungan yang Cukup terhadap Kekayaan, Utang, Pendapatan, dan Biaya.
Dalam
organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari
pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi
tersebut.
- Praktik yang Sehat dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Setiap Unit
Organisasi.
Cara-cara yang umum dalam menciptakan praktik yang sehat adalah:
- Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. Karena formulir merupakan alat untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi, maka pengendalian pemakaiannya dengan menggunakan nomor urut tercetak, akan dapat menetapkan pertanggungjawaban terlaksananya transaksi.
- Pemeriksaan mendadak. Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. Jika dalam suatu organisasi dilaksanakan pemeriksaan mendadak terhadap kegiatan-kegiatan pokoknya, hal ini akan mendorong karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
- Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain.
- Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan di antara mereka dapat dihindari.
- Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Karyawan kunci perusahaan diwajibkan mengambil cuti yang menjadi haknya. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh pejabat lain, sehingga seandainya terjadi kecurangan dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan dapat diungkap oleh pejabat yang menggantikan untuk sementara tersebut.
- Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya.
- Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. Unit organisasi ini disebut satuan pengawas intern atau staf pemeriksa intern. Adanya satuan pengawas intern dalam perusahaan akan menjamin efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian intern, sehingga kekayaan perusahaan akan terjamin keamanannya dan data akuntansi akan terjamin keandalannya.
- Karyawan yang Mutunya sesuai dengan Tanggung Jawabnya.
Bagaimanapun
baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur
pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong
praktik yang sehat, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang
melaksanakannya. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan
jujur, unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas
yang minimum, dan perusahaan tetap mampu menghasilkan
pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan.
2.11.Hubungan
Sistem Pengendalian Intern dengan Audit Operasional
Menurut
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf A.A., (2003),
“Manajemen dalam bentuk suatu struktur pengendalian intern
mempunyai tujuan untuk membantu mencapai sasaran perusahaan. Sasaran
yang sangat penting dalam semua organisasi adalah efektifitas dan
efisiensi.
3
(tiga) hal penting dalam menyusun struktur pengendalian intern yang
baik yaitu:
- Keandalan pelaporan keuangan,
- Ketaatan pada hukum dan peraturan yang sudah ditetapkan,
- Efektifitas dan efisiensi operasional.
Masing-masing
dari ketiganya dapat menjadi bagian audit operasional jika tujuannya
adalah operasional yang efektif dan efisien. Tujuan utama evaluasi
atas pengendalian intern pada audit operasional adalah untuk
mengevaluasi efektifitas dan efisiensi struktur pengendalian intern
dan membuat rekomendasi kepada manajemen.”
2
.12.Pengendalian
Intern atas Fungsi Penjualan
Penjualan merupakan
sumber pendapatan utama dari perusahaan dimana hasil penjualan yang
diperoleh adalah untuk membiayai kelangsungan hidup operasional
perusahaan. Mulyadi (2001) mendefinisikan, “penjualan adalah
rangkaian transaksi penjualan barang atau jasa baik secara kredit
maupun secara tunai. Penjualan merupakan proses berpindah suatu hak
atas barang atau jasa untuk mendapatkan sumber daya lainnya seperti
kas atau janji untuk membayar atau piutang.” (h.202) Mengacu pada
pendapat Mulyadi dan Puradiredja (1998) mengenai definisi
pengendalian intern maka diperlukan suatu pengendalian intern atas
penjualan dalam suatu perusahaan. Secara umum penjualan ada 2,
yaitu:
- Penjualan Kredit
Merupakan
penyerahan barang dan jasa kepada pembeli dimana pembeli menangguhkan
pembayaran untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang
disepakati bersama. Secara umum tujuan pengendalian intern atas
penjualan adalah:
- Untuk menilai kegiatan penjualan apakah telah sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan, antara lain:
- Syarat pembayaran dan penyerahan sudah disetujui pada saat order penjualan ditandatangani.
- Semua faktur penjualan telah dibuat, dicatat dengan benar dalam perkiraan penjualan dan piutang atau kas atau bank.
- Adanya pemisahan fungsi antara bagian-bagian yang menangani transaksi penjualan tersebut.
- Untuk mendeteksi adanya kelemahan dan penyimpangan dalam kegiatan penjualan serta mencari upaya penanggulangannya.
- Untuk mengevaluasi efektifitas fungsi penjualan dibandingkan dengan standar sasaran serta mencari alternatif dalam usaha meningkatkan efektifitas penjualan.
- Untuk mengembangkan rekomendasi bagi penanggulangan kelemahan dan upaya peningkatan perusahaan. Prinsip-prinsip pengendalian intern yang memadai atas penjualan tunai harus meliputi:
- Pesanan yang diterima dari pelanggan haruslah diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai.
- Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh bagian pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada salinan surat order pengiriman.
- Jumlah penjualan menurut faktur penjualan setiap hari harus sama dengan jumlah penerimaan kas.
- Uang kas yang diterima dari hasil penjualan tunai harus diotorisasi oleh bagian kasir dengan membubuhkan cap lunas pada faktur penjualan.
- Pencatatan transaksi penjualan tersebut harus diotorisasi oleh bagian akuntansi dengan cara memberikan tanda pada faktur yang telah dibukukan.
- Formulir-formulir yang digunakan dalam penjualan tunai seperti faktur penjualan tunai, surat pesanan penjualan dan lain-lain diberi nomor urut tercetak.
- Adanya suatu daftar harga yang resmi dari perusahaan sehingga semua penjualan yang dilaksanakan dengan harga yang wajar sesuai dengan daftar yang telah ada.
2
.13. Pengendalian Intern atas Fungsi Piutang
Salah
satu strategi perusahaan untuk memperbesar volume penjualan adalah
melakukan penjualan secara kredit. Penjualan ini akan menimbulkan
perkiraan piutang usaha, dimana penerimaan kas baru akan terjadi pada
saat dilunasinya
piutang
tersebut. Prinsip-prinsip pengendalian intern yang memadai atas
penjualan kredit
harus
meliputi:
- Adanya pemisahan fungsi antara petugas yang melaksanakan penjualan, pemberi persetujuan kredit dan potongan harga, petugas penerima hasil penjualan dan fungsi akuntansi.
- Semua formulir bernomor urut tercetak dan pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh masing-masing fungsi.
- Jika formulir yang tidak terpakai karena salah tulis atau transaksi tersebut batal, maka dicap dan diarsip, supaya perusahaan dapat mengawasi penjualan.
- Semua lembar tembusan formulir harus diserahkan kepada fungsi-fungsi yang memerlukannya.
- Semua permohonan kredit harus diteliti dengan seksama, jika calon pelanggan dianggap tidak kompeten, maka sebaiknya ditolak karena kemungkinan kredit tersebut tidak dapat dilunasi.
- Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh petugas pengiriman barang.
- Semua transaksi penjualan kredit dibuat faktur penjualan kepada pelanggan dan ditembuskan kepada bagian penagihan dan bagian akuntansi.
- Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit).
- Dilaksanakan pemeriksaan intern atas buku tambahan piutang dan buku besar lainnya.
Untuk penjualan yang
dilakukan secara kredit, harus dilakukan pemeriksaan oleh bagian
kredit dengan tujuan untuk memperkecil risiko tidak tertagihnya
piutang usaha. Oleh sebab itu, perusahaan harus mempunyai data yang
lengkap mengenai calon debitur, yaitu mengenai kompeten tidaknya,
kemampuan membayar hutang-hutangnya, batas jumlah kredit yang dapat
diberikan dan lainlain.
Disamping itu perlu
diselenggarakan buku pembantu piutang untuk masingmasing debitur yang
harus dicocokkan dengan rekening kontrolnya.
2.14.
Pengendalian Intern atas Fungsi Penerimaan Kas
Kas
atau bank adalah aktiva yang paling aktif dalam laporan keuangan dan
hampir semua transaksi perusahaan akan mempengaruhi kas. Penerimaan
kas atau bank dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain dari
dari hasil penjualan kredit pada saat tertagihnya piutang usaha,
penjualan aktiva dan juga dari pinjaman bank atau wesel tagih.
Kas
merupakan aktiva yang paling rawan dan mudah disalahgunakan atau
digelapkan, antara lain:
- Check Kitting.
- Lapping.
Terjadi
apabila pembayaran dari langganan yang lain dilaporkan sebagai
pembayaran dari langganan berikutnya. Kegiatan lapping mengandung
tiga hal sebagai berikut:
- Tidak dicatatnya penerimaan kas.
- Penerimaan yang dicatat tersebut dipakai untuk kepentingan pribadi pemegang kas.
- Penerimaan yang tidak dicatat tersebut ditutupi dengan yang diterima kemudian. Prinsip-prinsip pengendalian intern yang memadai atas penerimaan kas harus meliputi:
- Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas.
- Fungsi akuntansi harus terpisah dari dan kas.
- Pelanggan atau debitur melakukan pembayaran dalam bentuk cek atau giro atas nama perusahaan atau dengan transfer bank yang telah ditetapkan perusahaan.
- Fungsi penagihan melaksanakan penagihan berdasarkan tagihan yang dibuat dan sesuai dengan aturan yang telah disepakati.
- Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi kas dengan cara membubuhkan cap lunas pada faktur penjualan tunai.
- Pencatatan penerimaan tunai harus dicatat sesuai penerimaan dan pencatatan dilakukan pada hari kas diterima.
- Mencocokkan jumlah uang kas dengan laporan penerimaan kas yang diterima setiap hari.
- Pencatatan ke dalam buku jurnal diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada faktur penjualan.
BAB
III
LANDASAN
TEORI
3.1.
Konsep Audit
Sistem
Informasi Persediaan
3.1.
Pengertian Audit
Menurut
Arens dan Loebbecke (1996, p.1), Auditing
adalah
proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan
seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan
kriteria-kriteria yang ditetapkan.
Menurut Mulyadi dan
Puradiredja (1998, p.7), Auditing
adalah
suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan
kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Auditing
adalah
suatu kegiatan mengumpulkan dan memeriksa bahan bukti (data atau
informasi) yang berkaitan dengan kegiatan operasional perusahaan
untuk menghasilkan suatu laporan yang sesuai dengan kriteria yang
sudah ditetapkan.
3.2.
Jenis-jenis Audit
Menurut
Arens dan Loebbecke (1996, pp.4-5), audit
dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu :
- Pemeriksaan Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Bertujuan
menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan
sesuai dengan kriteria-kriteria.
Umumnya,
kriteria itu adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
- Pemeriksaan Operasional (Operational Audit)
Audit
Operasional
adalah penelaahan atas prosedur dan metode operasi suatu organisasi
untuk menilai efisiensi dan efektifitasnya.
- Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit)
Bertujuan
mempertimbangkan apakah klien telah mengikuti prosedur atau aturan
yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi.
3.3.
Metode Audit
Ada
3 metode audit
yang
bisa dilakukan oleh auditor,
sebagai berikut :
- Audit Around the Computer Weber (1999, p.56) berpendapat bahwa Audit Around the
Computer
melibatkan
datanya pada pendapat audit
melalui
pengujian dan evaluasi pengendalian manajemen sedangkan masukan dan
keluaran hanya untuk sistem aplikasi.
Metode
ini merupakan suatu pendekatan dengan memberlakukan komputer sebagai
black
box,
maksudnya metode ini tidak menguji langkah-langkah proses secara
langsung, tetapi hanya berfokus pada masukan dan keluaran dari sistem
komputer.
- Audit Through the Computer
Menurut Weber (1999,
p.57) pada umumnya para auditor
sekarang
ini terlibat dalam Audit
Through the Computer.
Mereka menggunakan
komputer untuk mengkaji (1) logika pemrosesan dan
pengendalian dalam sistem, (2) record
yang
diproduksi oleh
sistem.
Metode ini merupakan suatu pendekatan audit
yang
berorientasi pada komputer dengan membuka black
box dan
secara langsung berfokus pada operasi pemrosesan dalam komputer.
Dengan asumsi bahwa apabila sistem pemrosesan mempunyai pengendalian
yang memadai, maka kesalahan dan penyalahgunaan tidak akan terlewat
untuk dideteksi. Sebagai akibatnya keluaran tidak dapat diterima.
- . Audit With the Computer
- Memproses atau melakukan pengujian dengan sistem komputer klien itu sendiri sebagai bagian dari pengujian pengendalian atau substantif.
- Menggunakan komputer untuk melaksanakan tugas audit yang terpisah dari catatan klien, yaitu mengambil copy data atau file dan atau program milik klien untuk diuji dengan komputer lain (di kantor auditor).
- Menggunakan komputer sebagai alat bantu dalam audit, menyangkut :
Metode ini
merupakan suatu pendekatan audit
dengan
menggunakan komputer dan software
untuk
mengotomatisasi prosedur pelaksanaan audit.
- Pengertian Audit Sistem Informasi
Menurut Weber
(1999, p.10), Audit
Sistem
Informasi adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti
atau fakta untuk menentukan apakah suatu sistem aplikasi sudah
terkomputerisasi, sudah menetapkan sistem pengendalian intern yang
memadai dan apakah semua aktiva dilindungi dengan baik atau tidak
disalahgunakan, serta sudah terjaminnya
integritas data,
kehandalan dan keefektifan dalam penyelenggaraan sistem informasi
berbasis komputer. Menurut Gondodiyoto (2003, p151), Audit
Sistem
Informasi merupakan suatu pengevaluasian untuk mengetahui bagaimana
tingkat kesesuaian antara aplikasi sistem informasi dengan prosedur
yang telah ditetapkan dan mengetahui apakah suatu sistem informasi
telah didesain dan diimplementasikan secara efektif, efisien dan
ekonomis, memiliki mekanisme pengamanan aset yang memadai serta
menjamin integritas data
yang
memadai.
Menurut Arens dan
Loebbecke (1996, p.1) untuk melaksanakan audit,
diperlukan
informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah standar atau kriteria
yang dapat digunakan sebagai pegangan pengevaluasian informasi
tersebut. Supaya dapat diverifikasi, informasi harus dapat diukur.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Audit
Sistem
Informasi adalah suatu proses mengumpulkan dan mengevaluasi
bukti-bukti yang berhubungan dengan sistem informasi untuk menjamin
agar sistem informasi yang digunakan suatu perusahaan berjalan
sesuai dengan kebutuhan dan terdapat pengendalian internal yang
memadai dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.